Senin, 19 Desember 2016

[REVIEW] Love in City of Angels - Irene Dyah

Diposting oleh My Booklicious di 23.01

Judul: Love in City of Angels
Penulis: Irene Dyah
Editor: Donna Widjajanto
Desain Sampul: Orkha Creative
Foto Isi: Budi Nur Mukmin
Desain Isi: Nur Wulan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2016
ISBN: 978-602-03-3491-2

BLURB

Ajeng
Gadis kota besar yang bisa sangat bitchy dalam banyak hal, terutama pernikahan. Baginya, cinta cuma mitos.

Yazan Khan
Malaikat, Master Yoda, si Poker Face. Ketenangannya menemani Ajeng membeli test pack, setenang ia menyelipkan bunga di tangan gadis itu. Pendek kata, mengerikan.

Earth
Pria yang berisiko membuatmu lupa segala, termasuk namamu sendiri.

Cheetah
Mamalia yang sebaiknya tidak disebut-sebut di depan Ajeng.

Ibu
Dicurigai sudah kehilangan akal sehatnya karena mau menerima kembali pecundang itu.

Masjid Jawa di Bangkok
Tempat kisah-kisah bermula

Krung Thep alias City of Angels alias Bangkok
Di kota ini, terlalu tipis batas antara iman dan godaan. Ajeng lebih suka menyebutnya The Sin City

***

Ajeng membenci pernikahan. Kebenciannya tentu bukan tanpa alasan. Kisah keluarganya sendiri yang membuat Ajeng menganggap pernikahan sebagai 'jebakan betmen'. Keadaan itu pula yang membuatnya lebih senang bermain-main dengan lawan jenis tanpa ikatan tertentu. Apalagi ia tinggal di kota yang dijulukinya The Sin City, Bangkok. Baginya, kota itu adalah kota tempat dosa bertebaran. Tapi bagaimana pun kehidupan 'gelap' Ajeng, ia selalu menjaga hartanya yang paling berharga. Hingga pertemuannya dengan Earth di pesta penyambutan Presdir baru membuatnya ragu: apakah harta berharga itu masih dimilikinya atau tidak?

Ingatan tentang Earth dan 'kejadian malam itu' membuat Ajeng secepatnya pergi dari pesta. Ajeng sudah berniat pulang saat tidak sengaja bertabrakan dengan sosok Yazan. Karena tak kunjung mendapatkan taksi, Yazan mengantarkan Ajeng pulang. Bahkan ia mengantarkan Ajeng ke toko obat dan menyaksikan sendiri Ajeng membeli test pack. Namun dengan segala ketenangannya dan kesopanannya, Yazan sama sekali tidak bertanya lebih jauh.

Pertemuan Ajeng dengan Yazan di pesta itu juga kedatangan Yazan ke kondo Ajeng sehari setelahnya menjadi pembuka pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya. Misalnya pertemuan mereka di akhir pekan karena Yazan meminta Ajeng untuk menemaninya mengunjungi Masjid Jawa di tengah kota Bangkok, atau makan sore-sore di Taman Benjasiri. Namun sesering apa pun mereka bertemu, mereka tidak terlibat kontak fisik yang berarti. Yazan selalu berusaha menjauhi hal itu, meski kadang Ajeng menggodanya. Beberapa kali Yazan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak terlalu romantis namun cukup membuat pipi Ajeng memanas. Tapi Ajeng tidak ingin terbawa perasaan. Ia tetap pada pendiriannya untuk membenci hubungan terikat, terutama pernikahan. 

Ajeng memang masih sering berjalan-jalan dengan Yazan. Bahkan saat ibunya bersama orang yang dibencinya berkunjung ke Bangkok, Yazan meminta izin untuk ikut menjemput mereka. Ajeng sendiri malah kurang bersemangat karena harus bertemu orang yang dibencinya itu. Namun dalam kunjungan dua orang itulah, terkuak rahasia yang sama sekali tidak diketahui Ajeng.

Sepulangnya dua orang tersebut ke Indonesia, perasaan Ajeng yang lebih damai. Meskipun demikian, masih ada hal lain yang mengganggu pikirannya: ketidakmunculan Yazan selama beberapa hari, juga tentang Earth.

Baik Ajeng mau pun Yazan, keduanya sama-sama tahu bahwa sebelum mereka melangkah lebih jauh, masalah dengan Earth harus lebih dulu diselesaikan.

***

"...bersabarlah menghadapi aku. Yang melekat kepadamu seperti koala di dahan pohon eukaliptus." (Hal. 83)
 
Irene Dyah menulis Love in City of Angels ini untuk mengisi batch 3 seri Around The World with Love (ATWWL) setelah sebelumnya menulis Love in Marrakech dan Love in Blue City di batch 1 dan 2. Membaca ketiga buku tersebut, aku menemukan perbedaan pada karakter tokoh utamanya. Di dua buku sebelumnya, Irene mengisahkan Nada, seorang gadis berhijab. Sedangkan di novel ke tiga ini, tokoh perempuannya, Ajeng, malah dibuat nakal. Novel ini berkisah tentang wanita karir yang tidak menginginkan pernikahan juga tentang kehidupan gelap di 'kota penuh dosa'.

".... Kehilangan kendali adalah hal yang paling tidak kuinginkan..." (Hal. 151)
 
Dengan sudut pandang orang pertama, cerita pada novel ini terasa mengalir apa adanya, mengikuti kisah juga karakter Ajeng. Cerita didominasi oleh kebersamaan Ajeng dan Yazan di Bangkok. Dan tentu saja, yang menjadi bagian penting dari konfliknya adalah ibu Ajeng. Masalah dalam keluarga yang membuat Ajeng menjadi gadis liar dan nakal, sehingga keluarga pula yang menyelesaikannya. Hal itu membuat konfliknya terjaga dan tidak melebar. Karena termasuk seri ATWWL, seperti sebelumnya, cerita ini juga dibumbui nilai-nilai religi. Ajeng yang 'jauh' dari agama dan Yazan sebagai muslim yang taat.

Tokoh-tokoh dimunculkan di awal secara bergantian dan hanya beberapa yang muncul hingga bagian akhir, sehingga tak perlu banyak tokoh yang harus diingat. Perbedaan karakter dua tokoh utamanya begitu kentara. Karakter nakal Ajeng terlihat dari bagaimana ia bertingkah. Begitu juga karakter Yazan yang tenang. Interaksi keduanya terasa manis dan menggemaskan di saat yang bersamaan.

Setelah membaca beberapa karya Irene Dyah, aku menyukai caranya menuliskan cerita, termasuk di novel ini. Hanya saja, aku merasa sedikit terganggu dengan perbedaan penyebutan 'aku' dan 'Ibu' pada dialog Ajeng dengan ibunya. Di beberapa bagian, ibu Ajeng membahasakan dirinya dengan 'Ibu', tapi di beberapa lainnya malah menggunakan 'aku'. Selebihnya, novel ini cukup membuatku puas.

Baca kisah lengkap Ajeng dan Yazan, juga kisah-kisah dari seri ATWWL lainnya.
"Karena cinta dan iman bisa menyapa di segala penjuru dunia."

 

My Booklicious Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea