Minggu, 22 Oktober 2017

[REVIEW] Holland: One Fine Day in Leiden - Feba Sukmana

Diposting oleh My Booklicious di 23.03

Judul: Holland: One Fine Day in Leiden
Penulis: Feba Sukmana
Penyunting: Widyawati Oktavia & Yulliya Febria
Proofreader: Nurul Hikmah
Penata Letak: Erina Puspitasari
Ilustrator: Gama Marhaendra
Desain Sampul: Gita Mariana
Penerbit: Bukune
Tahun Terbit: November 2013
Tebal Buku: viii + 292 halaman
ISBN: 978-602-220-116-0

BLURB

Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schiphol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat.

Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu: Ibu yang pergi, Kara yang mencari. Tak ada waktu untuk cinta.

Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”—aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu.

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri.

Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghunjam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?

Alles komt goed—Semua akan baik-baik saja, Kara.

***

Sejak kecil, Kara tinggal bersama Yangkung dan Yangti, kakek dan neneknya dari pihak ibu. Ia tak tahu apa pun tentang ayah dan ibunya. Setiap ia bertanya, Yangti berubah menjadi sosok yang dingin, bahkan bisa sampai marah besar. Padahal anak mana yang tak ingin tahu tentang ayah-ibunya?

Maka, seperti kepergiannya ke Jakarta untuk kuliah hukum di UI, kali ini Kara pergi semakin jauh. Menjauh dari hal-hal yang mungkin bisa mengingatkannya pada sosok yang sama sekali tidak ia kenal. Melarikan dari berbagai pertanyaan di kepala, juga perasaan marah yang menyesakkan dada.

Leiden. Kara akan melanjutkan pendidikannya di kota itu. Dan, di sanalah ia bertemu Rein, laki-laki bermata pirus yang gemar menggambar. Berawal dari pertemuan di De Burcht, hingga ucapan dan kecupan menggetarkan di dermaga tua Scheveningen, hati Kara pun goyah. Niatnya untuk sekadar menuntut ilmu harus benar-benar dipikirkan ulang.

Apalagi seseorang yang telah lama dicarinya pun ada di negara itu: Ibu.

***

"Mungkin, itu sebabnya kita tidak bisa menampung semua ingatan. Karena, ternyata manusia butuh lupa untuk menghapus luka." (hal. 101)

Novel Holland ini merupakan salah satu seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) yang diterbitkan Penerbit Bukune. Sebenarnya, aku punya beberapa novel dari seri STPC, tapi baru ini yang sudah selesai kubaca.

Novel Holland ini mengisahkan tentang cinta dan luka; luka setelah ditinggalkan, luka untuk sebuah kebahagiaan keluarga. Sejak awal, aku tidak berharap lebih pada segi romance-nya. Aku lebih penasaran dengan sosok ibunda Kara.

Rasa penasaranku ini ternyata terpuaskan. Bahkan, sisi romance yang kukira tidak akan mendominasi pun disajikan dengan apik. Kisah Kara-Rein, juga Kara dan ibunya diberi porsi yang pas dengan plot yang tetap rapi.

Karakter tokohnya pun cukup kuat. Misalnya, sisi sendu Kara yang dominan digambarkan dengan raut wajah dan dialog yang tampak di kesehariannya. Kemudian Rein. Dia juga sebenarnya memiliki bagian yang luka, tapi Rein digambarkan sebagai sosok yang lebih kalem dan ceria dengan 'dosis' yang gak berlebihan. 

Poin plusnya, penulis berhasil mendekatkan dua karakter berbeda ini menjadi sepasang tokoh dengan interaksi yang manis dan chemistry yang kuat. Dan, sekali lagi, interaksi manis mereka pun gak berlebihan.

Alur cerita dan pemilihan sudut pandang pun rasanya sudah tepat. Alurnya maju dengan beberapa bagian flashback yang disisipkan, dan menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Untuk gaya bercerita, meskipun ini pertama kali aku membaca karya penulis, tapi nyatanya penceritaannya nyaman banget dibaca. Deskripsi tempat, sejarah, dan hal lain disampaikan dengan cara yang beda-beda. Beberapa lewat narasi, beberapa lainnya lewat bentuk dialog, lengkap dengan ekspresi kagum, kaget, bahkan ada kadang sambil bercanda. Gak heran kalau setting berbagai tempat di Belanda pada novel ini terasa kuat banget.

Satu-satunya kendala yaitu itu bahasanya. Memang ada translate-nya, sih, tapi mungkin karena aku gak familier kali, ya. Jadi agak aneh gitu.

Kemudian, aku nemu typo pada penulisan tahun kemerdekaan RI (hal. 149). Di sana tertulis 17 Agustus 1995. Harusnya berapa hayooo? Hihi... Tapi sisanya oke kok..

Terakhir, mungkin aku termasuk golongan yang telat karena baru baca seri STPC ini sekarang, tapi aku gak nyesel memilih Holland buat mulai baca seri ini. Jadi pengin cepat baca seri STPC yang lain.

"Berjanjilah padaku, apa pun yang kamu putuskan nanti. Lakukanlah untuk dirimu sendiri." (hal. 193)

Kalau kalian belum baca, boleh deh dicoba dulu. Rekomen buat kalian pecinta romance bernuansa sendu.




 

My Booklicious Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea